Cuaca belakangan ini, tak sepanas seperti biasanya. Termasuk Bekasi. Namun, saya jadi teringat oleh julukan di internet tentang Bekasi yang terasa seperti prapemanasan neraka. Ini bukan sekadar tentang cuaca, namun merupakan demam yang kita rekayasa sendiri, sebuah konsekuensi logis dari pembangunan yang, sepertinya, benci dengan segala sesuatu yang berwarna hijau.
Saya jadi teringat pada sejenis ideologi tanpa nama yang memuja beton. Sebut saja ‘Betonisme Ilegal,’ sebuah gerakan yang memandang setiap petak tanah bervegetasi sebagai lahan yang belum produktif. Bagaimana tidak, data satelit menunjukkan korelasi yang brutal antara kepadatan bangunan dan suhu permukaan yang menggila di Bekasi. Satu studi bahkan menyebut 98% fenomena pulau bahang di sini dapat dijelaskan oleh keberadaan lahan terbangun. Ini bukan lagi pembangunan, ini adalah terraforming yang disengaja.
Mekanismenya sesederhana fisika anak SMA. Kita merobohkan pendingin udara alami, yaitu pepohonan dengan proses ‘evapotranspirasi’ dan peneduhannya, lalu menggantinya dengan material ber-albedo rendah seperti aspal dan atap gelap yang hobi menyerap panas matahari. Seharian mereka menabung panas, dan malamnya dilepaskan perlahan, memastikan kita terpanggang 24/7. Gedung-gedung tinggi kita yang gagah itu menciptakan “ngarai perkotaan,” memerangkap panas dan menghalangi angin yang seharusnya bisa sedikit memberi kelegaan.
Puncaknya? Suhu maksimum permukaan yang terekam satelit melonjak dari 36,9°C pada 2014 menjadi 47,6°C yang absurd pada 2019. Ironisnya, kita punya aturan mainnya. Undang-undang mengamanatkan kota memiliki 30% Ruang Terbuka Hijau (RTH). Realitas di Bekasi? Baru sekitar 13%. Sebuah “defisit hijau” yang merupakan kegagalan kebijakan kronis.
Maka, saat kita menyalakan AC untuk bertahan hidup, kita menciptakan lingkaran setan dengan membuang lebih banyak panas antropogenik ke luar, kita sebenarnya sedang berpartisipasi dalam pertunjukan ini. Kita adalah korban sekaligus pelaku dalam sebuah drama di mana kita secara kolektif memutuskan untuk membangun oven raksasa, lalu dengan sukarela masuk dan tinggal di dalamnya.










