Mengenal Variasi Dialek Bahasa Sunda, Jangan Salah Ngomong!

banner 468x60

Menurut KBBI, dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu wilayah atau komunitas tertentu. Dialek dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial, atau budaya. Dengan kata lain, dialek muncul karena adanya perbedaan lokasi, strata sosial, atau lingkungan komunikasi.

Bahasa Sunda memiliki variasi dialek yang perlu dipahami agar tidak salah dalam penggunaannya. Memahami variasi dialek bahasa Sunda penting untuk menghindari kesalahan dalam berkomunikasi. Dengan memahami tingkatan bahasa dan perbedaan dialek, kita dapat lebih tepat dalam memilih kata dan intonasi yang sesuai dengan situasi dan lawan bicara.

Dialek Sunda terbagi menjadi dua, yaitu dialek [h] dan dialek non-[h]. Dialek [h] adalah penuturan bahasa Sunda yang masih merealisasikan bunyi huruf h pada kosakata. Misalnya hujan, hijau, dan sebagainya. Sedangkan dialek non [h] menghilangkan bunyi huruf h tersebut, menjadi ujan (hujan), ejo (hijau), dan sebagainya. Bunyi huruf h di belakang kosakata juga kerap tidak dibunyikan pada dialek non [h], seperti jau (jauh) dan uta (muntah).

Selain itu, ada tingkatan bahasa Sunda, yaitu kasar (kasar), loma (akrab), dan lemes (santun).
Bahasa sunda kasar digunakan dalam situasi informal dengan teman sebaya atau orang yang sudah akrab.
Bahasa sunda loma digunakan dalam situasi informal dengan teman atau orang yang sudah akrab, namun masih lebih halus daripada bahasa kasar.
Bahasa Sunda lemes (santun) digunakan dalam situasi formal atau saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati.

Contoh Kosakata dan Penggunaannya:
“Aing” (kasar) dan “Abdi” (halus):
“Aing” digunakan untuk saya dalam situasi informal, sedangkan “abdi” digunakan dalam situasi formal. Hindari penggunaan “aing” sembarangan, terutama ketika kita berbicara kepada yang lebih tua dan dalam situasi formal sebaiknya gunakan kata “abdi”.
“Maneh” (akrab) dan “Anjeun” (santun):
“Maneh” digunakan untuk kamu dalam situasi akrab, sedangkan “anjeun” digunakan dalam situasi formal.

Agar tidak salah ngomong bahasa sunda, perhatikan hal-hal berikut:
1. Pilih Kata yang Tepat:
Jangan terlalu formal:
Di Bogor, bahasa Sunda sehari-hari cenderung lebih santai. Hindari bahasa Sunda yang terlalu kaku.
2. Perhatikan lawan bicara:
Sesuaikan bahasa Sunda dengan siapa kamu berbicara. Kalau dengan orang yang lebih tua, gunakan bahasa yang lebih sopan (misalnya, “kumaha” untuk “apa kabar” bisa diganti dengan “saha atuh”.
3. Pelajari kosakata dasar:
Mulai dengan kosakata sehari-hari seperti “punten” (permisi), “hatur nuhun” (terima kasih), “sami-sami” (sama-sama), “kumaha damang?” (apa kabar), “ieu” (ini), “eta” (itu), “saha” (siapa), “naon” (apa), “iraha” (kapan), dan lain-lain.
4. Hindari kata-kata kasar:
Beberapa kata dalam bahasa Sunda bisa kasar jika diucapkan sembarangan, seperti “aing” atau “belegug”

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *